Sunday, February 1, 2015

Ketika Perubahan Menjadi Tak Bermakna

Malam ini saya kembali teringat tentang kenakalan saya dulu sewaktu saya masih duduk di bangku SMA. Memang puncak kenakalan remaja itu muncul disaat menginjak SMA. Biasanya bagi perempuan itu menginjak kenakalan menjurus ke dalam hal pacaran yang tidak sehat dan laki-laki biasanya muncul kenakalan dalam hal obat-obat terlarang. Memang hal itu menjadi tradisi di setiap masyarakat Indonesia. Seharusnya dengan memiliki kesadaran diri yang tinggi itupun sudah cukup membantu meingkatkan kualitas Warga Negara Indonesia. Buka  malah merusak citra diri sendiri.

Saya berfikir sejenak, mengapa hal itu pernah terjadi pada diri saya?? Mungkin memang benar-benar saat kebodohan saya ya di waktu itu. Tidak dapat dipungkiri saya terlalu mudah untuk terpengaruh dengan lingkungan. Terbawa arus dengan hal negatif yang teman saya lakukan. Wanita mah apa atuh, di goda sedikit dengan perkataan gombal para lelaki saja sudah terpengaruh, terlebih jika lelaki itu tampan nan rupawan. Wanita mana yang tidak terpikat.

Dari telfonan hingga larut malam sampai bermain di luar hingga larut malam sudah saya lalui. Entah dimana iman saya pada waktu itu. Tidak seharusnya seorang wanita bepergian hingga larut malam apalagi bersama pasangan yang bukan muhrimnya. Pada waktu itu seingat saya, saya bermain bersama teman-teman ada pria dan wanita. Pada waktu itu saya tidak memiliki pacar. Karena memang tidak suka pacaran. Ribet haha

Zaman dulu kalau saya ingat kembali rasanya ingin meneteskan air mata, sungguh ironis. Bagaimana tidak?? Saya merasakan penyesalan pada saat saya menginjak umur dewasa. Karena pada dasarnya apa yang orang lihat maka akan sulit untuk diubah meskipun sudah berubah.

Jadi gini, mereka melihat kita pada saat kita SMA ya nakal seperti itu. Suka keluyuran, ngobrol-ngobrol gak jelas. Begini begitu. Bisa dipastikan selamanya mereka akan tetap mempercayai apa yang mereka ketahui lebih awal. Kebanyakan orang melihat ke belakang. Padahal bukankah hari kemarin hanyalah sebuah kenangan yang menjadi evaluasi agar kita bisa membandingkan diri kita seperti apa.

Sempat heran dengan orang-orang yang sibuk dengan urusan kita. Baik ataupun buruk tetap menjadi omongan. Entah apa yang mereka lakukan di hidup mereka sehingga lebih sering mengurusi hidup orang lain. Namanya juga manusia, sifat aslinya memang begitu. Dusta kalau kita tidak menyadarinya. Semua itu melekat pada diri kita. Hanya saja bagaimana cara kita mengendalikannya.

Jangan terlalu lama menatap masa lalu karena akan menimbulkan efek negatif untuk masa depan. Tengoklah sebentar dan jadikan sebagai bahan pekajaran untuk ke depannya. Semoga kita semua bisa senantiasa mengoreksi kesalahan pada diri kita tanpa melihat kesalahan pada orang lain. Jadikan kesalahan kita menjadi tolak ukur seberapa besar kekuatan kita untuk memperbaikinya. Seberapa besar kualitas diri kita.

No comments:

Post a Comment